Juli 02, 2009

186. Kiai di Tengah Pusaran Politik

Kiai di Tengah Pusaran Politik

Pengarang : Ibnu Hajar
Stok : tersedia

Harga : Rp. 25000

Soft Cover

Sinopsis :



Di mata masyarakat, kiai adalah sosok yang kepadanya segala keluh-kesah di-tumpahkan. Petuah kiai adalah obat bagi setiap problem masyarakat dalam hal apa pun. Tidak hanya persoalan keagamaan, tetapi juga persoalan ekonomi, pertanian, nafkah hidup, hingga persoalan-persoalan rumah tangga. Sosok kiai begitu dekat di hati masyarakat. Pintu rumah kiai laksana masjid yang kapan pun orang datang bertamu, selalu terbuka. Napas dan detak jantung kiai adalah pengabdian bagi kemaslahatan dan kebahagiaan masyarakat. Kiai adalah air sumur yang memberi kesegaran bagi musafir yang dahaga di bawah terik matahari. Karena kiai adalah pewaris para nabi. Namun, "realitas ke-kiai-an" kini telah jauh berubah. Banyak kiai bergerombol antri menceburkan diri ke dunia politik praktis. Dunia yang penuh intrik dan sarat dengan kekentalan sistem yang korup. Memang, siapa pun boleh saja cawe-cawe dalam jagat politik yang amat menggelitik. Tidak ada hukum haram dalam fiqh bagi kiai untuk berpolitik. Bahkan, dalam perspektif tertentu, hukumnya bisa didudukkan di kursi fardhu kifayah. Terbitlah mimpi, ketika kiai mengambil peran-peran strategis dalam birokrasi, masa depan bangsa akan membaik, kondisi masyarakat akan semakin stabil, dan sistem birokrasi akan sembuh dari penyakit korup. Akan tetapi, mimpi indah itu tak kunjung menjadi kenyataan. Keterlibatan masif para kiai di ranah birokrasi tidak pernah mampu memberikan warna cerah bagi mata bangsa, malah tak jarang kiai terjerembab dalam kelamnya sistem birokrasi yang korup dan turut menjadi aktor dari praktik ketidakadilan dan kebobrokan sistem status quo. Sementara itu, di balik dunia teduhnya, pesantren, para santri, dan masyarakat yang berada di pelosok desa kian terbengkalai lantaran kiai-kiainya telah hijrah ke alam politik praktis dan terlena dalam buaian ranjang easy gold, gospel, and glory. Lalu, kiai "mulai" dijelek-jelekkan, dicap buruk lantaran keterlibatannya dalam persoalan jabatan, uang, kedudukan, perebutan kekuasaan, bantuan, proyek, dan "hal-hal elitis" lainnya. Sungguh pilu, terenyuh, dan nestapa hati kita menyaksikan kiai tercinta kini kian sempurna dilukiskan dalam kanvas yang penuh noda hitam. Sehingga, jubelan pertanyaan meledak-ledak di hati setiap kita: "Sedemikian parahkah perilaku kiai politisi kita?"